Cermat Berinvestasi di Masa Pemulihan Ekonomi

Tim Jendela Investasi

3 Mins Read


Tahun 2022 diharapkan akan menjadi tahun pemulihan dari dampak pandemi, kita semua optimis namun juga kita harus waspada. Tahun turning around, biasanya akan menjadi tahun yang penuh gelombang. Sama seperti gelombang laut yang tercipta akibat adanya dua gaya tarik menarik, yaitu gaya gravitasi bulan dan gaya gravitasi matahari. Dalam pemulihan ekonomi dunia kali ini juga ada dua daya yang tarik menarik, yaitu adanya inflasi yang merupakan akibat dari banjiran aliran dana segar dan murah yang ditujukan sebagai pertolongan dalam menghadapi pandemi; dan daya untuk menarik kembali kelebihan likuiditas uang untuk keseimbangan nilai ekonomi. Belum lagi ditemukan suatu titik keseimbangan baru, sudah muncul lagi masalah baru yaitu perang antara Rusia dan Ukraina yang membuat harga minyak dan berbagai komoditas global lain terbang tinggi. Dunia sedang galau, dan ini tercermin sangat baik dalam gejolak volatilitas di bursa semua negara. Fluktuasi harian naik atau turun 1% menjadi hal yang biasa, bahkan pada bursa berjangka dan bursa saham America akhir-akhir ini perubahan dalam rentang 3% sudah tidak mengejutkan lagi. Disrupsi terhadap pemulihan ekonomi pasca pandemi sangat terasa.

Kegalauan global ini tentu saja membawa pengaruh juga pada iklim investasi domestik kita. Kenaikan harga komoditas dunia turut menimbulkan inflasi dalam negeri, padahal di sisi lain pemerintah sedang berupaya meningkatkan pendapatan melalui pajak untuk menutup defisit keuangan akibat pandemi; misalnya melalui Pajak Pertambahan Nilai yang tarifnya naik 1% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan Program Pengungkapan Sukarela (Tax Amnesty jilid 2) sudah bergulir. Beban keuangan masyarakat semakin berat, padahal  bagi kebanyakan orang pendapatannya belum pulih seperti sebelum pandemi.  Dalam hal suku bunga, ada kemungkinan juga suku bunga bank sentral kita akan naik ketika suku bunga The FED berangsur naik, untuk menjaga agar nilai investasi domestik tetap kompetitif. Tentu saja hal ini akan memberatkan likuiditas usaha dan akan berdampak pada kinerja mikro ekonomi bisnis.

Banyak hal yang memang menjadi tantangan dalam masa pemulihan ini. Oleh karenanya, kita disarankan untuk secara terukur mengambil risiko dalam berinvestasi. Kenaikan harga besi dan kemungkinan kenaikan suku bunga akan memberatkan investasi di sektor property, sehingga masih sulit untuk mengharapkan investasi property akan booming lagi dalam waktu dekat. Namun demikian, kebutuhan property sebagai tempat tinggal, merupakan peluang yang masih bisa diharapkan untuk tumbuh. Investasi emas juga kemungkinan tingkat pengembaliannya tidak akan sekencang tahun 2020. Meskipun ada krisis akibat perang, namun dampaknya terhadap sentra ekonomi dunia masih bisa dikendalikan, sehingga kilau emas saat ini tidak terlalu dibutuhkan sebagai pelindung nilai aset.

Dengan mempertimbangkan semua kondisi tersebut, secara umum, ada baiknya jika kita mencermati risiko ketidakpastian dengan lebih hati-hati. Jika sebelumnya kita mempertimbangkan jangka waktu tujuan keuangan selama satu tahun sebagai masa untuk memperbanyak aset cair ketimbang aset investasi, maka untuk periode ini ada baiknya jika jangka waktu itu diperpanjang menjadi dua tahun, sambil menunggu meredanya ketidakpastian. Pameo Cash is The King, layak untuk kembali dipertimbangkan untuk rencana investasi jangka sangat pendek. Maka investasi pada instrumen pasar uang atau Reksa Dana Pasar Uang selayaknya untuk memperoleh alokasi lebih banyak pada masa-masa ini.

Aset dengan risiko lebih rendah mendapat porsi yang lebih besar ketimbang aset dengan risiko tinggi. Investasi pada aset kertas yang lebih berisiko, seperti saham perusahaan terbuka, layak untuk dipertimbangkan sebagai investasi jangka panjang dengan memperhatikan kinerja fundamental perusahaan dan valuasinya.

Untuk  investasi jangka pendek dan menengah, ada baiknya untuk mengurangi porsi saham perusahaan terbuka, dan realisasikan keuntungan ketika target keuntungan sudah tercapai. Jika nantinya suku bunga bank naik, tentunya harga obligasi akan turun, dan dengan menghitung Current Yield nya, obligasi ritel dari negara (SBN Ritel) untuk disimpan dalam jangka 2 sampai 5 tahun dapat dipertimbangkan sebagai aset dengan risiko lebih rendah namun memiliki return cukup baik. Dalam hal ini penghematan pajak penghasilan akibat kupon obligasi dapat menjadi pemanis.

Agar bisa menyisihkan dana untuk investasi, kita juga harus mengatur pengeluaran dengan lebih bijaksana terutama bagi yang memiliki pinjaman dengan suku bunga mengambang (floating) yang diprediksi akan ikut meningkat jika Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan harga-harga barang menjelang Ramadan dan berbagai pengeluaran terkait dengan Hari Raya Idul Fitri juga akan berpotensi menguras kantong apabila tidak dikelola dengan anggaran yang baik.

Dalam kesempatan ini juga bagi yang memiliki dana cukup besar ada baiknya mempertimbangkan investasi langsung riil untuk periode investasi jangka panjang seperti menabung tanah, emas logam mulia atau bisnis langsung yang dapat memberikan penghasilan dan memiliki karakteristik berbeda dengan valuasi paper investment di saat inflasi menghantui.

Kita semua berharap masa transisi pemulihan ini dapat segera menemukan titik keseimbangan baru dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga saja pada tahun 2023 atau paling lambat pada 2024, kita sudah bisa melangkah dengan lebih percaya diri, dengan sehat dan selamat.

Disclaimer

PERHATIAN

Pandangan yang diungkapkan, termasuk hasil dari kejadian di masa depan, adalah pendapat tim Jendela Investasi OneShildt hanya pada 28 Maret 2022, dan tidak akan direvisi untuk kejadian setelah dokumen ini diserahkan kepada editor untuk dipublikasikan. Pernyataan di sini tidak mewakili, dan tidak boleh dianggap sebagai, nasihat investasi. Anda tidak boleh menggunakan artikel ini untuk tujuan investasi. Artikel ini mencakup pernyataan berwawasan ke depan untuk peristiwa masa depan yang mungkin atau mungkin tidak berkembang sesuai pendapat penulis. Sebelum membuat keputusan investasi, Anda harus berkonsultasi dengan penasihat investasi, bisnis, hukum, pajak, dan penasihat keuangan Anda sendiri.

Tim Jendela Investasi:

  1. Imelda Tarigan, DRA, PSY, MBA, CFP®
  2. Budi Raharjo, CFP®, QWP®, AEPP®, MCHT
  3. Mohamad Andoko, MM, CFP®, QWP®, AEPP®, MCHT
  4. Erlina Juwita, MM, CFP®, QWP®, CSA®
  5. Agustina Fitria Aryani, CFP®, QWP®, AEPP®, CSA®
  6. Rahma Mieta, SE, M.Si, CFP®
  7. Lusiana Darmawan, S.Kom, CISA, CFP®, CSA®