Mekanisme Equity Crowdfunding Properti
Imelda Tarigan, DRA, PSY, MBA, CFP® | @imelda.t
5 Mins Read
Pada artikel sebelumnya, saya telah memaparkan definisi dan pihak-pihak yang terlibat dalam Equity Crowdfunding untuk properti serta perbedaannya dengan saham pada penawaran umum. Lalu bagaimana mekanisme investasi dalam bentuk ECF Properti ini?
Berikut ini ilustrasi yang mungkin dapat memudahkan kita untuk mengenali moda investasi baru ini.
Misalkan saya sebagai pemiliki suatu properti tua yang cukup luas yang lokasinya strategis di tengah kota. Selama ini rumah ini saya gunakan sebagai rumah pribadi. Tadinya saya ingin jual saja rumah saya ini karena PBB (Pajak Bumi Bangunan) sudah sangat mahal, dan rumah ini tidak produktif malahan menjadi liability karena butuh banyak biaya untuk perawatan juga. Tapi kemudian saya berpikir bahwa potensi bisnis rumah kos di daerah rumah saya yang strategis ini, masih sangat besar. Oleh karena itu, saya berpikir untuk mengubah rumah tua saya menjadi rumah kos modern dan ekslusif. Rumah kos akan menghasilkan pendapatan kontinyu setiap bulan sehingga aset saya ini dapat menjadi aset produktif.
Untuk mengubah rumah tua menjadi rumah kos modern dan ekslusif tentu saja membutuhkan banyak biaya. Seorang arsitek menaksir biaya untuk membangun rumah kos bagus bertingkat 3 sebanyak 30 kamar lengkap dengan perabotannya dibutuhkan biaya sekitar Rp 8 Milyar. Saya tidak dapat meminta pendanaan ke bank untuk jumlah sedemikian besar karena saya dianggap tidak layak untuk menerima pendanaan demikian. Maka alternatif pendanaan yang dapat saya pertimbangkan adalah melakukan sekuritisasi atas proyek rumah kos saya itu melalui Equity Crowdfunding.
Untuk itu, saya harus terlebih dahulu membuat badan usaha berbentuk PT (Perseroan Terbatas) atas rumah kos saya itu, jadi rumah saya tidak lagi menjadi aset pribadi saya melainkan menjadi aset PT Rumah Kos. Lalu saya meminta Penyelenggara ECF untuk melakukan valuasi atas proyek rumah kos saya tersebut. Analis dari Penyelenggara ECF menilai bahwa aset fisik rumah tua saya itu nilainya sekitar Rp 20 Milyar. Secara keseluruhan, dengan memperhitungkan potensi bisnis di masa depan rumah kos ini dapat divaluasikan seharga Rp. 40 Milyar. Dari valuasi tersebut, maka Penyelenggara ECF akan melakukan penawaran umum ke publik dalam bentuk ECF senilai Rp. 10 Milyar. Dalam prospektus dijelaskan bahwa uang yang terkumpul dari ECF akan digunakan untuk membangun rumah kos dan melaksanakan operasionalnya. Pada prospektus juga disebutkan risiko-risiko apa yang dihadapi oleh rumah kos tersebut.
Dengan demikian, saya menjadi pemilik 75% dari bisnis rumah kos tersebut, dan pemodal umum menjadi pemilik 25% dari bisnis rumah kos tersebut. Di masa depan, ketika rumah kos mulai beroperasi dan menghasilkan keuntungan, pemodal umum berhak atas 25% keuntungan secara proporsional sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Misalnya, dari Rp 10 Milyar tersebut, oleh Penyelenggara dipecah menjadi 10.000 lembar saham masing-masing senilai Rp. 1 juta, maka pemilik setiap lembar saham berhak atas keuntungan proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya. Pembagian keuntungan dapat dilakukan secara periodik bulanan, atau tiga bulanan dan seterusnya, sesuai dengan rencana bisnis PT Rumah Kos. Penyimpanan saham ini dilaksanakan dalam bentuk penitipan kolektif pada kustodian yang ditunjuk atau dalam bentuk sertifikat saham.
Kemudian, jika dari hasil pembagian keuntungan itu, pemodal / pemilik saham memperoleh keuntungan yang bagus, maka saham dapat dijual ke pemodal lain dengan harga lebih dari Rp. 1 juta. Artinya, Pemodal berkesempatan untuk memperoleh Capital Gain dari saham PT Rumah Kos ini. Pemodal dapat melakukan penjualan sahamnya melalui Penyelenggara yang telah menyelenggarakan ECF tersebut. Jual beli saham dalam secondary market ini hanya dapat dilaksanakan pada Penyelenggara tersebut.
Tiap nama pemegang saham dan jumlah saham yang dimiliki dinyatakan terdaftar sebagai pemilik PT Rumah Kos. Dengan demikian, pemodal umum dapat turut memiliki rumah kos tanpa pusing harus membeli rumah dan menjalankan bisnis kos-kosan. Mereka dapat menikmati keuntungan dari investasi yang cukup murah yaitu minimal Rp. 1 juta untuk tiap lembar saham ECF.
PT Rumah Kos sebagai Penerbit saham Rumah Kos, wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan pada OJK dan mengumumkannya pada masyarakat melalui situs web Penyelenggara dan situs web PT Rumah Kos. Selain itu, PT Rumah Kos juga wajib mengumumkan penggunaan dana yang diperoleh dari ECF pada situs web tersebut sampai dana tersebut habis digunakan. Penerbitan, penawaran dan jual-beli ECF juga harus dilakukan secara transparan melalui aplikasi digital dan laman internet Penyelenggara.
Transparansi dan pengawasan publik inilah yang membedakan ECF dengan Crowdfunding Tradisional yang dilaksanakan secara tertutup. CrowdFunding Tradisional biasanya berbentuk penawaran untuk menghimpun dana secara pribadi, untuk membangun suatu properti dalam bentuk kesepakatan bersama dan kemudian dana yang terhimpun langsung ditransfer kepada pelaksana proyek, tanpa mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan proyek dan bagaimana penggunaan dananya. Dengan demikian, Crowdfunding Tradisional cukup rentan untuk terjadinya penyalahgunaan dana investasi, meskipun mungkin ada juga proyek Crowdfunding Tradisional yang berhasil juga.
Namun bagaimana pun, azas kehati-hatian tetap wajib diterapkan sebelum berinvestasi, termasuk dalam ECF ini. Pemodal harus mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin terjadi sebagaimana yang dituliskan dalam prospektus. Selain itu, Pemodal juga disarankan untuk memperoleh tambahan informasi mengenai kelayakan proyek dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan biaya dan potensi pendapatan. Potensi investasi yang baik, adalah investasi yang logis. Something that is too good to be true, might be untrue.
Demikian sekilas ilustrasi mengenai moda investasi baru bernama Equity Crowdfunding berbasis Properti. Tulisan ini bukan merupakan ajakan untuk menjadi Pemodal dalam investasi ini, namun sebagai bahan edukasi informatif bagi anda yang sedang mencari moda investasi berbasis properti dengan menggunakan teknologi digital.