Waspada Investasi Bodong!
M. Andoko, MM, CFP® QWP® AEPP® MCHT | @andokomohamad
5 Mins Read
Saat saya menulis artikel ini saya baru saja menyelesaikan live IG bersama @OneShildt mengenai “Kenapa Investasi Bodong Berulang Terus“. Saya sendiri mengamati investasi bodong sejak tahun 2002 dimana pada saat itu saya sedang mengambil program S2 untuk Finance dan Investment. Pada saat itu salah satu kasus yang cukup besar adalah Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) yaitu bentuk investasi bodong yang menggunakan konsep agribisnis. Jumlah korbannya kurang lebih 6800 orang dan nilainya mencapai Rp 544 miliar. Kasus QSAR diliput besar-besaran oleh media dan saya berharap masyarakat belajar dari kasus itu. Ternyata itu tidak terjadi, bahkan semakin banyak korban berbagai investasi bodong. Hal ini ditunjukkan dari data OJK tahun 2009 – 2019 menyatakan bahwa jumlah korban mencapai Rp 92 triliun dan menjadi Rp114,9 triliun pada periode data 2011- 2020.
Saya kemudian bertanya apa yang menyebabkan orang Indonesia mudah terjebak pada investasi bodong? Nah untuk menjawab ini tentunya saya harus memberikan data mengenai contoh beberapa kasus investasi bodong yang terjadi di Indonesia.
Kasus investasi bodong dalam bentuk koperasi yang cukup besar yaitu Koperasi Langit Biru hingga mencapai 112.000 orang dan kerugiannya mencapai Rp 6 triliun, Koperasi Pandawa yang bisa mengelabui 549.000 investor dengan nilai investasi bodong nya sebesar Rp 3 triliun dan yang uniknya adalah 75% nasabah memiliki tingkat literasi yang cukup dan mereka juga memahami risikonya. Saya pernah bertemu teman yang sudah lama tidak bertemu di Batam. Saat itu dia cerita saat ini sedang melakukan investasi di Koperasi Pandawa. Sewaktu saya mendengar ceritanya saya minta teman saya untuk menarik uangnya karena saya membaca di media jika investasi Koperasi Pandawa dilarang. Yang terjadi kemudian teman saya meletakkan uangnya lebih banyak karena diberikan bunga kurang lebih 5-10% per bulan dan setelah itu uang nya justru hilang. Kemudian baru-baru ini juga muncul kasus koperasi Syariah 212 Mart yang mengakibatkan kerugian Rp 2 miliar dari jumlah 600 investor, dimana para investor tersebut melakukan investasi sejumlah Rp500.000 sampai Rp2.000.000. Karena banyak kasus inilah sehingga citra koperasi menjadi kurang baik di mata masyarakat.
Saat ini investasi bodong juga mengikuti tren melakukan transformasi ke dalam bentuk teknologi misalnya investasi bodong di bidang kripto, forex dan future trading.
Dari pengamatan tersebut, saya cermati bentuk investasi bodong itu terdiri dari beberapa macam: arisan, fintech ilegal, forex atau future trading, koperasi, agribisnis, investasi crypto, gadai ilegal, MLM tanpa izin, dan mungkin ada beberapa bentuk-bentuk yang lainnya.
Ciri-ciri investasi bodong itu terdiri dari :
- Memberikan bunga atau return yang tinggi atau abnormal dalam waktu singkat
- Memberikan bonus member get member kepada orang-orang yang bisa mengumpulkan massa kemudian dibuat hierarki terhadap bonus-bonus tersebut misalnya dari silver, gold hingga diamond
- Menggunakan tokoh masyarakat, tokoh publik atau tokoh-tokoh agama tertentu
- Tidak memiliki izin dari regulator
- Jika memiliki izin usaha atau legalitasnya mereka menyalahgunakan izin dan usaha tersebut
- Ketika melakukan transfer biasanya menggunakan rekening pribadi
Kasus investasi bodong ini bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga terjadi juga di luar negeri seperti Amerika. Investasi bodong yang paling terkenal salah satunya dilakukan oleh Bernard l. Madoff atau Bernie Madoff yang mengakibatkan kerugian bagi para nasabahnya sebesar USD17,5 miliar atau jika dikonversi ke dalam kurs rupiah senilai Rp 253 triliun.
Pelajaran apa yang perlu kita ambil dari kasus investasi bodong ini? Pertama, masyarakat kita mudah tergoda bunga yang besar. Kedua, mereka ingin cepat kaya atau ingin cepat berhasil tanpa usaha. Ketiga, masyarakat kita mudah melupakan karena begitu banyaknya informasi yang baru. Keempat, masyarakat kita perlu diedukasi lagi mengenai financial literacy.
Seringkali investasi bodong itu muncul ke permukaan ketika para korban melaporkan ke salah satu media (seperti suara pembaca, dll) dan ada pengaduan kepada regulator, kemudian baru regulator melakukan follow up terhadap kasus investasi bodong. Ironisnya seringkali para korban tidak berdaya karena begitu mereka melaporkan ke polisi maka uang mereka belum tentu kembali. Dalam kasus First Travel para korban melakukan gugatan hukum terhadap aset-aset yang dimiliki oleh First Travel. Ternyata oleh jaksa penuntut dijadikan sebagai aset untuk negara padahal seharusnya aset-aset tersebut diberikan kepada para korban investasi ilegal tersebut.
Oleh sebab itulah para individu atau keluarga perlu mempelajari ciri-ciri investasi bodong, dan waspada terhadap hal-hal yang membuat orang tergiur. Semoga tulisan ini bisa memberikan banyak manfaat bagi seluruh masyarakat dan tidak ada lagi korban investasi bodong di masa yang akan datang.