Passive Income: Property atau Obligasi?
Agustina Fitria A, CFP® | @afitria_cfp
5 Mins Read
Sebagai salah satu pendanaan hidup di hari tua, tidak dipungkiri passive income (penghasilan pasif) adalah salah satu sumber yang sangat diperlukan karena akan mampu membiayai hidup dalam jangka waktu yang lama dan relatif stabil.
Dalam artikel kali ini, saya akan membahas perbandingan passive income yang dapat diperoleh dari property dan obligasi sebagai bahan pertimbangan Anda untuk menyiapkan dana hari tua.
Passive income dari property diperoleh dengan cara menyewakannya kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu (bulanan, tahunan, dll). Pemilik berhak untuk menaikkan harga sewa pada saat perpanjangan sewa sesuai dengan yang diinginkan. Harga sewa property bervariasi bergantung pada jenis peruntukan, lokasi, dan segmen pasar. Namun untuk memiliki property memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, seperti untuk membayar senilai harga property (atau DP jika dengan KPR), Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan (BPHTB), biaya notaris. Apabila membeli dengan KPR maka akan ada tambahan yaitu cicilan (termasuk bunga), provisi & administrasi bank, asuransi kredit & asuransi kebakaran. Selain itu biaya yang muncul selama memiliki property antara lain pajak bumi dan bangunan tiap tahun, pajak atas penghasilan sewa 10% final, perawatan / perbaikan, pemasaran (jika menggunakan jasa agen property), dan asuransi.
Anda dapat melakukan simulasi KPR di kalkulator ini untuk mendapatkan informasi perkiraan cicilan per bulan, dan dapat Anda bandingkan dengan potensi penghasilan dari menyewakan property Anda.
Sedangkan obligasi memberikan penghasilan rutin berupa kupon (umumnya tiap bulan atau tiap 6 bulan) yang ditransfer ke rekening tabungan Anda. Jenis kupon antara lain fixed rate (tetap sampai jatuh tempo) dan floating (mengambang dengan referensi suku bunga tertentu, contoh BI 7days Reverse Repo Rate + 4bps). Berdasarkan data yang diolah dari outstanding government securities1) DJPPR Kementrian Keuangan per 29 April 2021, obligasi2) (tidak termasuk sukuk) fixed rate yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia memiliki kupon rata-rata 8,3% per tahun dengan sisa jangka waktu sampai jatuh tempo rata-rata 8,9 tahun, sedangkan obligasi floating rate memiliki kupon rata-rata 3,57% per tahun. Dalam hal ini, memiliki obligasi dengan kupon fixed rate terdapat risiko yaitu saat suku bunga pasar lebih tinggi daripada kupon obligasi. Sehingga memiliki obligasi dengan kupon floating dianggap lebih rendah risikonya terutama jika dipegang sampai dengan jatuh tempo. Jika dibandingkan dengan inflasi3) April 2021 yaitu 1,42% maka kupon obligasi floating saat ini hanya 2,15% di atas inflasi.
Biaya yang menyertai jika memiliki obligasi adalah senilai harga obligasi (saat ini di Indonesia sudah dapat dibeli secara ritel mulai Rp1juta), dan biaya yang muncul secara berkala adalah pajak atas kupon obligasi (15% final) serta biaya administrasi bulanan atas rekening tabungan yang akan menjadi penampung kupon obligasi.
Dari sisi nilai aset, maka harga pasar property pada umumnya meningkat setiap tahun (kecuali ada kondisi tertentu seperti dilanda bencana alam, sengketa, dll), sehingga terdapat potensi tambahan keuntungan (capital gain) selain passive income. Sedangkan harga pasar obligasi dapat berfluktuasi tergantung dari suku bunga pasar dan sentimen pasar sehingga ada potensi keuntungan (capital gain) dan risiko penurunan harga (capital loss).
Pada saat suatu obligasi jatuh tempo, maka investor akan menerima pencairan dana senilai nominal awal obligasi dan harus mencari obligasi lain yang dapat memberikan passive income yang sesuai dengan harapannya. Sedangkan jika memiliki property, Anda cukup mencari pihak yang akan menyewa sesuai dengan keinginan Anda tanpa harus memindahkan property.
Dari sisi risiko lainnya, mengingat obligasi adalah surat utang, maka terdapat risiko penerbit obligasi gagal bayar, mengakibatkan kupon dan atau pokok obligasi tidak dapat dibayar sebagian atau seluruhnya. Hal ini berarti Anda kehilangan penghasilan dan modal. Risiko gagal bayar obligasi dapat diminimalkan dengan memilih obligasi pemerintah Indonesia atau korporasi dengan rating investment grade. Sedangkan jika Anda membeli property, maka itu adalah milik Anda sepenuhnya (jika sudah mendapat status Sertifikat Hak Milik).
Jadi, sebelum memutuskan untuk berinvestasi untuk mendapatkan passive income, sebaiknya Anda melakukan perhitungan atas semua potensi keuntungan, kerugian, dan biaya yang timbul dari property dan obligasi.
Keterangan:
1): diolah dari www.djppr.kemenkeu.go.id
2): Obligasi yang dapat diperdagangkan, tidak termasuk Sukuk atau surat berharga berbasis Syariah.
3): berdasarkan www.bi.go.id/id/statistik/indikator/data-inflasi.aspx