Kondisi Serba Tidak Pasti, Tetap Investasi Atau Menunda?

Tim Jendela Investasi

5 Mins Read


Dalam artikel Jendela Investasi yang sebelumnya, pada edisi Agustus 2022, kami sudah memprediksi bahwa inflasi akan naik, akibat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik dan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga. Ternyata semua itu memang terbukti menjadi kenyataan pada September 2022. Pemerintah menaikkan harga BBM untuk semua jenis produk, dan inflasi meningkat menjadi 5.95% pada akhir September 2022, lalu suku bunga Bank Indonesia juga naik menjadi 4,25%. Lalu kita mau bagaimana sekarang?

Pertama-tama kita pastinya ingin situasi kelesuan ekonomi ini segera berlalu, oleh karena itu kita harus ikut mengambil langkah cerdas yang terukur. Saat ini, kita pastinya masih punya banyak cita-cita keuangan yang masih belum tercapai, dan semua itu tidak boleh berhenti begitu saja hanya karena pelemahan ekonomi. Apakah aman berinvestasi pada saat seperti sekarang ini?  Apakah lebih baik saya cairkan semua asset dan simpan semua uangnya di tabungan bank atau deposito?

Mari kita cermati dengan kepala dingin. Secara umum, walaupun ada pelemahan ekonomi, namun fundamental makro ekonomi Indonesia masih bisa bertahan. Angka inflasi yang terkendali, meskipun harga bahan bakar meningkat 30%, merupakan hasil dari tatanan supply chain yang lancar sehingga supply kebutuhan harian konsumen tetap dapat dipenuhi tepat waktu. Ini artinya industri domestik yang mendukung belanja rumah tangga masih dapat bergerak dengan baik. Indeks keyakinan konsumen pada Agustus 2022 masih naik pada angka 124.70 dan angka belanja untuk produktifitas pabrik (Manufacturing Purchasing Manager Index) pada September masih meningkat di 53,7. Jadi dari dua sisi, baik konsumen maupun produsen, semua masih berjalan baik.

(sumber: Bank Indonesia, diolah)

(sumber: www.tradingeconomics.com)

Adapun nyawa dari pergerakan ekonomi adalah uang, likuiditas harus dijaga, jika uang semakin sulit beredar maka resesi akan semakin dalam. Oleh karena itu, melihat bahwa alur ekonomi masih sehat dengan lancarnya perputaran barang dan uang antara produsen dan konsumen, maka sebaiknya kita pun tidak ragu untuk ikut membelanjakan uang kita dan tetap berinvestasi pada sektor yang dapat mendorong penguatan ekonomi dalam negeri. Sektor jasa dan produksi dalam negeri sangat dianjurkan untuk dibeli. Tentu saja, perhitungan alokasi anggaran tetap harus disiplin pada prioritas kebutuhan. Alokasi investasi pun dapat ditempatkan pada aset yang sifatnya lebih terlindungi dari volatilitas namun masih bisa memberikan return (hasil) yang lebih tinggi dari inflasi. Untuk tujuan investasi jangka panjang, alokasi aset yang telah dibentuk sebelumnya kemungkinan masih dapat dipertahankan, atau paling tidak, dengan penyesuaian yang minimal, karena diharapkan kelesuan ekonomi ini akan dapat diobati dalam satu atau dua tahun ke depan.

Untuk Anda yang berencana membeli aset property atau aset tetap dan besar lainnya, dengan menggunakan pembiayaan pihak ke tiga, seperti utang bank atau financing, anda harus benar-benar memperhitungkan dampak dari kenaikan suku bunga Bank Indonesia terhadap suku bunga pinjaman yang akan dipergunakan. Sedapatnya diusahakan untuk memperoleh paket suku bunga fixed rate untuk jangka 3 – 5 tahun agar Anda terlindungi dari volatilitas suku bunga dan dapat menata anggaran pembayaran utang dengan lebih stabil. Tentu saja, aset yang akan dibeli sebaiknya adalah aset produktif yang memang sangat krusial dan dengan harga yang relatif murah. Jika tidak, maka sebaiknya menunggu hingga situasi lebih kondusif, di mana suku bunga akan lebih rendah dan ekonomi lebih kuat agar hasil investasi property Anda lebih cepat dinikmati.

Saran kami untuk alokasi aset dan diversifikasi pada saat ini, masih senada dengan saran kami sebelumnya yakni fokus pada aset dengan fundamental baik, misalnya saham papan atas dan obligasi swasta rating terbaik atau obligasi pemerintah. Reksa dana pendapatan tetap, masih layak untuk dipertimbangkan. Emas masih belum merupakan pilihan saat ini. Investasi mata uang asing juga masih terlalu berisiko karena inflasi yang sangat tinggi di banyak negara maju yang mana sebenarnya hal ini bukanlah karakter ekonomi negara-negara tersebut, sehingga risiko spekulatifnya cukup besar.

Kita optimis, masa sulit ini akan dapat kita lewati dengan baik, seperti krisis-krisis yang telah pernah berlalu, sebelumnya.

Disclaimer

PERHATIAN

Pandangan yang diungkapkan, termasuk hasil dari kejadian di masa depan, adalah pendapat tim Jendela Investasi OneShildt hanya pada 5 Oktober 2022, dan tidak akan direvisi untuk kejadian setelah dokumen ini diserahkan kepada editor untuk dipublikasikan. Pernyataan di sini tidak mewakili, dan tidak boleh dianggap sebagai, nasihat investasi. Anda tidak boleh menggunakan artikel ini untuk tujuan investasi. Artikel ini mencakup pernyataan berwawasan ke depan untuk peristiwa masa depan yang mungkin atau mungkin tidak berkembang sesuai pendapat penulis. Sebelum membuat keputusan investasi, Anda harus berkonsultasi dengan penasihat investasi, bisnis, hukum, pajak, dan penasihat keuangan Anda sendiri.

Tim Jendela Investasi:

  1. Imelda Tarigan, DRA, PSY, MBA, CFP®, QWP®
  2. Budi Raharjo, CFP®, QWP®, AEPP®, MCHT
  3. Mohamad Andoko, MM, CFP®, QWP®, AEPP®, MCHT
  4. Erlina Juwita, MM, CFP®, QWP®, CSA®
  5. Agustina Fitria Aryani, CFP®, QWP®, AEPP®, CSA®
  6. Rahma Mieta, SE, M.Si, CFP®
  7. Lusiana Darmawan, S.Kom, CISA, CFP®, CSA®