Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% dan Dampaknya pada Saham, Reksa Dana, dan Obligasi
Erlina Juwita, MM, CFP®, CSA®, QWP® | @erlrights
3 Mins Read
Mulai 1 April 2022, tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN akan naik bertahap, dari sebelumnya yang 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat yang telah disahkan dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Lalu bagaimana dampak kenaikan PPN pada return beberapa jenis investasi seperti saham, reksadana dan obligasi? Mari kita cermati satu persatu.
Dampak Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai pada Saham
Sepertinya untuk saham, bukan hanya kenaikan tarif pajak, tetapi juga pengenaan bea materai. (Pengenaan bea materai Rp 10.000 untuk setiap transaksi saham di atas Rp 10 juta berlaku mulai 1 Maret 2022 lalu.) Seperti diketahui sebelumnya, perusahaan sekuritas telah mengenakan bea materai Rp 10.000 pada bukti transaksi saham (Trade Confirmation/TC) dan IPO mulai 1 Maret 2022. Transaksi yang dikenakan bea materai senilai Rp 10.000 tersebut adalah transaksi yang dibuktikan dengan TC yang bernilai di atas Rp 10 juta. Untuk kasus transaksi di bawah nominal tersebut tidak dikenakan bea materai. Khusus untuk pembelian saham IPO, yang akan dikenakan bea materai adalah transaksi dengan nominal penjatahan senilai Rp 5 juta ke atas. Di bawah itu juga tidak akan dikenakan bea materai.
Per 1 April 2022, berdasarkan peraturan undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Oktober 2021, pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 11% untuk transaksi saham.
1) Untuk nilai transaksi < Rp 150 juta, biaya untuk beli adalah 0,1513% dari nilai transaksi, biaya jual 0,2513%.
2) Untuk nilai transaksi Rp 150 juta sampai dengan Rp 1,5 miliar, biaya beli 0,1412%, biaya jual 0,2412%.
3) Untuk nilai transaksi > Rp 1,5 miliar, biaya beli 0,1311%, biaya jual 0,2311%.
Kebijakan tarif PPN ini akan berlaku mulai 1 April 2022 sebagai bentuk tindak lanjut dari rencana pemerintah untuk menjaga pemulihan ekonomi dalam negeri.
Dampak Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai pada Reksa Dana
Walaupun reksa dana adalah objek yang bebas pajak penghasilan ( sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang (PPh) Perpajakan ), akan tetapi biaya transaksi reksa dana berupa biaya pembelian, biaya pengalihan dan biaya penjualan unit penyertaan reksa dana jadi ikut terdampak akibat kenaikan PPN ini. Pengenaan PPN yang semula 10% meningkat menjadi sebesar 11%. Oleh sebab itu, saat ini investor reksa dana dituntut harus lebih jeli dan lebih cerdas untuk memilih reksa dana terbaik yang lebih minim biaya.
Dampak Kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai pada Obligasi
Investor Obligasi dapat berlega hati, karena atas bunga obligasi tidak dikenakan PPN 11%. Malahan sejak 30 Agustus 2021 pemerintah memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) atas imbal hasil berupa kupon obligasi bagi investor domestik sebesar 10% dari sebelumnya 15%. Aturan tersebut tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
Obligasi yang dimaksud di sini adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan yang diterbitkan oleh pemerintah atau nonpemerintah, termasuk surat yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah atau sukuk.