Memahami Transaksi Keuangan Syariah
Rahma Mieta Mulia, SE, M.Si, CFP® | @rahmamieta
5 Mins Read
Indonesia sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia memang berpotensi sebagai tempat berkembangnya ekonomi syariah. Bahkan, berdasarkan State of Global Islamic Economy Report 2020/21-DinarStandard, saat ini Indonesia berada di peringkat 4 dunia untuk pengembangan keuangan syariah setelah Malaysia, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Maka, kita sebagai warga negara Indonesia tidak ada salahnya mulai mempelajari ekonomi syariah, minimal untuk transaksi-transaksi keuangan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Untuk memulainya, kita perlu paham dulu aturan atau prinsip-prinsip dasar dalam transaksi keuangan syariah yang membedakannya dengan konvensional. Transaksi keuangan syariah merupakan salah satu urusan muamalah (hubungan antara sesama manusia) dimana hukum asalnya adalah “semua boleh kecuali ada larangannya”. Hal ini sangat berbeda dengan urusan ibadah (hubungan manusia dengan Allah SWT), dimana hukum asalnya adalah “semua dilarang kecuali yang ada ketentuannya”. Oleh sebab itu, untuk memahami apakah suatu transaksi keuangan sesuai syariah atau tidak, kita cukup memahami hal-hal apa yang dilarang secara syariah.
Secara garis besar, ada 3 hal larangan atau yang diharamkan, yaitu:
- Pertama, haram secara zatnya, seperti babi, minuman keras, bangkai, dan darah, sehingga semua transaksi yang berkaitan dengan zat-zat tersebut, dilarang.
- Kedua, haram secara transaksi karena merugikan pihak lain, seperti transaksi yang ada unsur penipuan; ketidakpastian (gharar) seperti dalam kasus ijon dimana menjual hasil tanaman sebelum panen (dilarang karena tidak ada kejelasan kualitas dan kuantitas hasil yang diperjualbelikan); riba; judi (maysir) dimana satu pihak harus menanggung rugi pihak lainnya (zero sum game), merekayasa penawaran dan atau permintaan pasar agar harganya naik, serta suap-menyuap.
- Ketiga, haram karena akadnya tidak sah, yang salah satunya bisa dikarenakan tidak terpenuhinya rukun dan syarat akad tersebut.
Jadi, selama satu dari ketiga hal tersebut ada dalam sebuah transaksi, maka hukumnya haram.
Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita sering kesulitan menilai halal haramnya suatu transaksi. Apalagi semakin berkembangnya zaman, semakin banyak pula bermunculan jenis transaksi keuangan baru. Tapi, kita tidak perlu khawatir karena kita bisa berpatokan pada fatwa-fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI. DSN-MUI terdiri dari pakar-pakar dengan latar belakang disiplin ilmu ekonomi dan fikih Islam, serta praktisi Lembaga Keuangan Syariah dan perwakilan dari regulator, sehingga memang kompeten dalam menentukan hukum suatu transaksi. Sebagai informasi, per Oktober 2021, sudah ada 143 fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI di bidang perbankan, IKNB, pasar modal, bisnis, dan fatwa lain yang bersifat umum, dan akan terus bertambah seiring berkembangnya zaman.
Nantikan artikel selanjutnya yang akan membahas lebih lanjut tentang transaksi keuangan syariah.