Cukupkah Pensiun dengan JHT & JP?

Agus Galihpurbajati, S.Si, CFP® | @galih_purbajati

5 Mins Read


Kita tentu sudah tidak asing dengan kata “Pensiun”, terlebih bagi kalangan pekerja baik itu yang bekerja pada lembaga Negara, swasta maupun pekerja mandiri. Menurut KBBI, pensiun berarti tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai. Secara umum, selesainya masa tugas tersebut diakibatkan karena pekerja telah mencapai usia tertentu atau sering dikenal dengan istilah usia pensiun. Dan terlepas dari aneka usia pensiun yang ditetapkan oleh berbagai pihak, pensiun membawa seseorang pada suatu titik yang berbeda.

Ketika seorang pekerja pensiun maka akan terjadi banyak perubahan. Dengan berhenti bekerja maka semua yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut juga akan terhenti mulai dari pendapatan rutin, fasilitas pekerjaan dan juga kepesertaan-kepesertaan yang semula diikuti selama bekerja.

Bagi beberapa orang pensiun dipandang sebagai saat untuk menikmati hasil jerih payah selama masa produktif yang telah dilalui. Masa untuk menyenangkan diri karena sudah punya banyak waktu, masa untuk melakukan hal yang selama ini tidak bisa dilakukan saat masih bekerja karena terbentur rutinitas.

Namun fakta menunjukkan lain, pensiun tidak akan menghentikan seseorang sebagai pribadi karena hanya pekerjaan yang berhenti namun tidak dengan aktivitas yang lain. Seseorang yang pensiun tetap akan beraktivitas, bersosialisasi dan tetap memiliki kebutuhan sehari-hari,ya pendapatan terhenti namun tidak dengan kebutuhan. Sesuai survei yang dilakukan oleh HSBC pada 2019 lalu yang dimuat pada laman kontan.co.id ternyata 9 dari 10 orang Indonesia tidak siap untuk pensiun, banyak yang merasa khawatir tidak bisa mencukupi kebutuhan saat masa pensiun. Hal inilah yang kemudian membuat masa pensiun benar-benar harus dipersiapkan dengan baik oleh pekerja selama pekerja tersebut masih aktif bekerja.

Selain tanggung jawab pribadi, hal ini sepertinya juga menjadi perhatian Pemerintah. Melalui program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan, Pemerintah sebenarnya mengajak masyarakat untuk mempersiapkan masa pensiun. Bersama dengan pemberi kerja, pekerja di “paksa” menyisihkan total 5,7% dari pendapatannya setiap bulan untuk persiapan pensiun nantinya. Produk JHT sendiri sebenarnya sudah ada sejak lembaga tersebut masih bernama Jamsostek, namun setelah lembaga tersebut diubah menjadi BPSJ Ketenagakerjaan produk tersebut diberi inovasi dengan dibolehkannya peserta melakukan pencairan sebelum usia pensiun. Namun tentu bukan pencairan 100% melainkan hanya 10% atau 30% dan hanya bisa dilakukan jika sudah mencapai minimal 10 tahun kepesertaan dan hanya diperbolehkan memilih salah satu, tidak boleh dua-duanya. 10% untuk dana persiapan pensiun atau 30% untuk biaya perumahan. Namun perlu diingat bahwa terdapat perbedaan pajak antara pencairan saat pensiun dengan pencairan sebelum pensiun, sehingga hal ini perlu menjadi pertimbangan yang matang karena pengaruh terhadap dana yang akan diterima bisa cukup signifikan dan tentunya kembali pada tujuan awal, yaitu demi masa pensiun yang ideal sebaiknya menahan diri untuk melakukan pencairan sebelum masa pensiun.

Lantas bagaimana jika pekerja berpindah tempat kerja, bagaimana dana JHT yang sudah terkumpul sebelumnya? Selama pekerja tersebut belum benar-benar pensiun (sama sekali tidak bekerja) maka BPJS Ketenagakerjaan mewajibkan untuk membuat laporan dan meneruskan kepesertaan. Memang pada beberapa tahun lalu, karena alasan kepraktisan banyak pekerja dibuatkan kepesertaan baru di tempat kerja yang baru alih-alih meneruskan kepesertaan dari tempat kerja lama, namun dengan adanya 1 nomer identitas per penduduk melalui e-KTP sepertinya hal ini sudah jarang dilakukan. Kalaupun masih ada 2 nomer kepesertaan namun tetap tercatat pada 1 akun dan keduanya baru dapat dicairkan saat pensiun atau benar-benar tidak bekerja dimanapun.

Selain JHT, BPJS Ketenagakerjaan juga mengeluarkan produk Jaminan Pensiun (JP) yang bertujuan untuk memberi pengganti pendapatan saat masa pensiun. Berbeda dengan JHT yang diberikan lump sum saat memasuki usia pensiun, Jaminan Pensiun akan diberikan secara anuitas dengan syarat kepesertaan sudah mencapai 15 tahun. Kedua produk tersebut patut diapresiasi terlepas masih adanya kekurangan disana-sini, misalnya, proses administrasi yang cukup banyak atau kendala antrian yang panjang saat pencairan, tentu produk tersebut masih dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan masa pensiun nantinya.

Namun perlu diingat bahwa hasil akumulasi iuran dan pengembangan pada JHT dan JP tidak bisa mencukupi kebutuhan saat pensiun sepenuhnya. Ambil contoh jika usia pekerja saat ini adalah 40 tahun, dan akan pensiun di usia 57 tahun, dengan penghasilan saat ini sebesar Rp 5.000.000/bulan maka diperkirakan dana BPJS hanya akan mencukupi sekitar 30%-40% dari total kebutuhan dana hari tua. Tentunya ini hanya pendekatan sederhana, namun pada intinya masih diperlukan sumber lain untuk bisa memenuhi keadaan ideal saat memasuki usia pensiun. Perlu membuat strategi untuk mempersiapkan pensiun selagi masih aktif bekerja. Para pembaca dapat memanfaat kalkulator Dana Hari Tua untuk menghitung kebutuhan dana, lalu merancang strategi untuk mewujudkannya misalnya melalui berbagai investasi dan mulai mengurangi gaya hidup konsumtif.

Sumber:

  1. https://kbbi.web.id/pensiun
  2. https://keuangan.kontan.co.id/news/survei-hsbc-sembilan-dari-10-orang-tidak-siap-pensiun