Inflasi vs Deflasi: Mana yang Lebih Bahaya?
Rahma Mieta Mulia, SE, M.Si, CFP® | @rahmamieta
10 Mins Read
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu tahu dulu apa itu definisi inflasi, deflasi, dan penyebabnya.
Apa itu inflasi?
Menurt BPS, yang dimaksud inflasi adalah:
“Kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum”.
Kenaikan tersebut bisa disebabkan oleh:
- Kenaikan permintaan (demand) sehingga jumlahnya lebih besar dari penawaran (supply)-nya (demand pull inflation). Contohnya di Indonesia, saat menjelang puasa atau lebaran, harga bahan makanan pokok bisa mengalami kenaikan karena meningkatnya permintaan masyarakat terhadap bahan makanan untuk persiapan puasa dan perayaan hari raya Idul Fitri.
- Kenaikan biaya produksi, seperti bahan baku, upah pekerja, dan lain-lain yang menyebabkan produsen menaikkan harga barang dan jasa yang diproduksinya (cost-push inflation).
- Kenaikan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Ini bisa disebabkan kebijakan moneter yang terlalu ekspansif, seperti mencetak uang baru namun melebihi kebutuhan sehingga terjadi kelebihan likuiditas.
Dalam menghitung inflasi, BPS menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK)/Consumer Price Index (CPI). Indeks ini menggambarkan harga sekelompok barang dan jasa yang pemilihannya salah satunya ditentukan berdasarkan Survei Biaya Hidup yang dilakukan Badan Pusat Statistik. BPS nantinya akan menghitung IHK setiap bulan. Jika terjadi kenaikan, kenaikan itulah yang dinamakan sebagai inflasi.
Berdasarkan data tahunan dari BPS, inflasi bulan September lalu 1,42%, yang berarti harga pada kelompok barang dan jasa tertentu di bulan September 2020 telah mengalami kenaikan 1,42% selama setahun sebelumnya. Inflasi masih dianggap wajar jika berada di kisaran 2-3% per tahun. Saat inflasi menyentuh angka lebih dari 50% dalam sebulan, terjadilah hiperinflasi.
Anda dapat melakukan simulasi dampak dari inflasi terhadap biaya di kemudian hari pada kalkulator Dana Pendidikan Luar Negeri, Dana Melahirkan, Dana Pernikahan, Dana Ibadah Haji, Dana Liburan.
Lalu, apa itu deflasi?
Jika inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus, maka deflasi adalah kebalikannya. Deflasi berbeda dengan disinflasi, dimana disinflasi menunjukkaan penurunan harga dari periode sebelumnya namun masih di angka positif*.
Ada beberapa penyebab deflasi terjadi, diantaranya:
- Jumlah penawaran (supply) lebih banyak dari permintaan (demand) yang bisa disebabkan karena perkembangan teknologi, peningkatan produktifitas, penemuan sumber daya baru, serta penurunan permintaan.
- Penurunan aktivitas ekonomi karena kondisi eksternal, seperti krisis global, pandemi dan lain-lain.
- Jumlah uang yang beredar lebih sedikit untuk membeli barang dan jasa, membuat masyarakat menahan konsumsinya. Untuk mendorong konsumsi tersebut, perusahaan akan menurunkan harga barang dan jasa yang dijual.
Lalu, mana yang lebih bahaya? Simak di artikel selanjutnya.
*) Sumber: Inflation in Emerging and Developing Economies; Evolution, Drivers and Policies. Chapter 3: Sources of Inflation: Global and Domestic Drivers. www.pubdocs.worldbank.org).