Strategi NPWP Wanita Kawin
Sutrisno Kartomo, SE, M.Ak, CFP® | @sutrisnokartomo
10 Mins Read
Seri PPh Orang Pribadi
Dalam berbagai budaya di Dunia, wanita mempunyai kedudukan tersendiri. Di Indonesia secara umum hak-hak dan kedudukan wanita secara hukum formil relatif setara dengan laki-laki. Namun demikian pada umumnya dalam sebuah keluarga yang lengkap, laki-laki/suami masih selalu ditempatkan sebagai kepala keluarga, setidaknya secara formil, tercermin dalam kartu keluarga. Meskipun ia bukan sebagai pencari nafkah utama.
Pun demikian dalam perpajakan di Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, keluarga dipandang sebagai satu kesatuan ekonomis dengan suami sebagai kepala rumah tangga.
Sebagai satu kesatuan ekonomi, idealnya sebuah keluarga hanya mempunyai satu NPWP (nomor pokok wajib pajak). Untuk wanita lajang hak dan kewajiban perpajakannya sama dengan laki-laki lajang. Sedangkan untuk wanita kawin yang memiliki penghasilan, hak dan kewajiban perpajakannya sebagaimana dijelaskan pada bagan di atas.
- Wanita kawin yang memiliki penghasilan pada prinsipnya secara administrasi perpajakan NPWPnya ikut dengan NPWP suami. NPWP istri sama dengan NPWP suami, hak dan kewajian perpajakannya digabung. Pelaporan SPTnya cukup satu saja. Harta dan kewajiban yang dicantumkan mencakup seluruh harta dan kewajiban dalam keluarga tersebut. Status kewajiban perpajakan suami-istri disebut KK. Seandainya istri telah memiliki NPWP sebelum menikah, maka harus mengajukan penghapusan.
- Dikecualikan dari ketentuan tersebut (point 1)
- untuk wanita kawin yang telah hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim (cerai) status kewajiban perpajakannya disebut HB
- Pasangan yang menghendaki secara tertulis adanya pemisahan penghasilan dan harta. Status kewajiban perpajakan suami-istri disebut PH.
- Istri memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya terpisah dari suami. status kewajiban perpajakan suami-istri disebut MT.
Nah selanjutnya bagaimana pengaruh status kewajiban perpajakan seseorang terhadap pelaporan dan beban pajak yang harus dibayar?
Wajib pajak yang status kewajiban perpajakanya HB, PH atau MT, maka masing-masing memiliki NPWP sendiri. Pelaporan SPTnya terpisah. Selain itu untuk wajib pajak dengan status PH atau MT yang merupakan karyawan terdapat potensi kurang bayar pajak saat pelaporan SPT tahunan. Walaupun wajib pajak dengan status kewajiban perpajakan suami-istri PH atau MT melaporkan SPT tahunan terpisah dari pasangan akan tetapi dalam menghitung kewajiban perpajakannya digabung atau dikonsolidasikan terlebih dahulu. Akibatnya timbul kekurangan bayar pajak di akhir tahun. Hal ini disebabkan karena tarif pajak orang pribadi di Indonesia bersifat progresif, 5%, 15%, 25% dan 30% berdasarkan besarnya penghasilan. Semakin besar penghasilan semakin besar pajak yang dikenakan.
Ilustrasi
Agus dan Yulianti pasangan suami istri mempunyai 2 anak, masing-masing bekerja sebagai karyawan di Perusahaan. Penghasilan neto Agus dan Yuli masing-masing Rp200.000.000,- dan Rp150.000.000,- setahun. Pajak terutang untuk Agus dan Yuli adalah Rp14.875.000,- dan Rp9.400.000,- dimana pajak tersebut telah dipotong oleh pemberi kerja/perusahaan masing-masing.
Kemudian bagaimana dengan pelaporan SPTnya ?
Jika kondisinya
- NPWP suami istri digabung (status kewajiban perpajakan suami-istri KK)
SPT yang dilaporkan cukup satu, penghasilan suami-istri tidak perlu dijumlahkan dan dihitung ulang. Penghasilan istri dianggap sudah final. Harta dan kewajiban disatukan dalam satu SPT baik atas istri maupun suami. Tidak ada kurang bayar pajak. - NPWP suami istri dipisah (status kewajiban perpajakan suami-istri PH dan MT)
Masing-masing pasangan lapor SPT tahunan, harta dan kewajiban terpisah. Penghasilan suami dan istri dijumlahkan (200 jt + 150 jt), dihitung ulang pajaknya.
Dalam kasus diatas jumlah kewajiban pajak gabungan Rp29.275.000,- jumlah pajak yang sudah dipotong oleh perusahaan masing-masing Rp24.275.000,- sehingga terdapat kurang bayar pajak sebesar Rp5.000.000,- (Rp29.275.000 – Rp24.275.000).
Kesimpulan
Bagi pasangan suami-istri yang tidak ada perjanjian pemisahan harta secara tertulis akan lebih ekonomis jika NPWPnya digabung. NPWP Suami sama dengan NPWP Istri. Hak dan kewajiban perpajakan suami sama dengan Hak dan kewajiban perpajakan istri.