Suku Bunga Naik, Prospek Investasi Bagaimana?

Tim Jendela Investasi

5 Mins Read


Dalam Jendela Investasi edisi Oktober 2022 lalu, kita sudah membahas bagaimana kemungkinan dampak kenaikan suku bunga acuan BI (BI 7 days Reverse Repo Rate) terhadap investasi dan pengelolaan keuangan kita. Pada 16 November 22 lalu, sekali lagi BI menaikkan suku bunganya sebanyak 50 basis point menjadi 5,25%. Hal ini memang sudah sewajarnya dilakukan, mengingat suku bunga bank sentral di negara besar lainnya, seperti di Amerika dan Eropa juga menaikkan suku bunganya untuk meredam laju infasi di negara mereka. Memang inflasi di negara kita tidak setinggi inflasi yang terjadi di kedua benua tersebut, tapi kenaikan suku bunga secara global memaksa kita untuk turut menaikkan suku bunga juga agar tetap kompetitif di Pasar Uang dunia.


Sumber: www.tradingeconomics.com, diolah

 

Dampak dari kenaikan suku bunga BI tentu saja akan membuat biaya ekonomi semakin tinggi, karena dunia usaha harus menyerap kenaikan biaya pembiayaan menjadi biaya dalam bisnisnya. Sebagai individu retail, kita juga dapat terpapar kenaikan suku bunga ini jika kita ingin mengajukan utang pembiayaan baru atau jika utang pembiayaan kita yang lama menggunakan skema mengambang sesuai pergerakan suku bunga BI. Maka, bunga utang yang harus kita bayarkan menjadi lebih tinggi.

 

Lalu, dari segi investasi, apakah suku bunga Deposito di bank akan otomatis naik juga? Hal ini tidak serta merta berlaku untuk semua deposito di semua bank. Ada bank yang mungkin akan menaikkan suku bunga Deposito karena memang ada pembiayaan atau kredit yang akan dibiayai, tapi ada juga bank yang tidak menaikkan suku bunga deposito karena likuiditas yang dimilikinya masih cukup. Tapi pemerintah baru-baru ini menerbitkan Surat Berharga Negara Ritel bernama ST 009 (Sukuk Tabungan Seri 009) dengan imbalan mengambang BI 7days Reverse Repo Rate + 1,4% dengan batas bawah imbalan sebesar 6,15% per tahun (imbalan mengambang akan direview setiap 3 bulan). Tingkat imbalan ini sepertinya sudah memperhitungkan kenaikan suku bunga BI sehingga ditentukan di atas suku bunga BI. Tingkat kupon yang tinggi ini tentu saja menguntungkan untuk pembelinya karena memberikan net keuntungan (setelah dipotong pajak penghasilan 10%) yaitu 5,535% per tahun. Memang angka ini masih lebih kecil dibandingkan angka inflasi kita yang pada akhir Oktober 2022 sudah menyentuh angka 5,71% tapi kalau beberapa bulan angka inflasi berhasil turun, maka ada kemungkinan tingkat pengembalian dari kupon itu akan lebih tinggi dari angka inflasi.

 

Sumber: website BI, DJPPR-Kemenkeu, dan BPS , diolah

 

Sebenarnya apakah masih aman berinvestasi? Seperti apa prospeknya ke depan? Pada saat ini, situasi memang masih sangat menantang. Angka inflasi masih tinggi sedangkan angka pendapatan negara berupa PDB (Pendapatan Domestik Bruto) masih berhasil tumbuh sebesar 5,72% artinya sangat tipis perbedaannya antara PDB dan inflasi. Tetapi harapan perbaikan masih nyata di depan mata. Inflasi masih bisa ditekan, sedangkan pertumbuhan ekonomi masih bisa diharapkan bertumbuh karena angka Konsumsi Rumah Tangga masih dalam trend naik sejak akhir 2021 hingga Q3 2022, angka produktivitas pabrik kita masih dalam trend naik hingga Oktober 2022. Artinya secara umum ekonomi kita masih bergerak normal walaupun tidak ekspansif. Kita tentu berharap agar harga ekspor komoditas kita di pasar global masih terus naik sehingga pendapatan negara kita juga dapat terjaga baik. Secara internal, konsumsi rumah tangga kita masih dapat diharapkan untuk menggerakkan ekonomi.

 

Jadi, prospek investasi memang secara realistis masih belum terlalu optimis untuk jangka pendek, tapi untuk jangka panjang di atas 3 tahun, kita melihat prospek ekonomi akan lebih baik karena fundamental ekonomi kita masih terjaga relatif stabil. Oleh karenanya, investasi untuk jangka panjang masih dapat kami sarankan seperti dalam bentuk saham fundamental kuat, surat berharga negara jangka panjang tenor di atas 10 tahun, aset tetap berupa property dan investasi bisnis pada UMKM dengan yang unik dan sehat. Sedangkan untuk jangka pendek, investasi dalam bentuk Deposito dan Reksadana Pasar Uang akan lebih aman dari volatilitas pasar. Sedangkan untuk jangka menengah di bawah 3 tahun, Surat Utang Negara Retail atau Obligasi Korporasi fundamental kuat dapat dijadikan pilihan. Investasi emas dapat dialokasikan sebagai penjaga nilai untuk jangka panjang, jadi sebagai pelengkap diversifikasi saja. Sedangkan investasi dalam bentuk mata uang asing, menurut kami masih sangat spekulatif karena fundamental keuangan global masih rentan dilanda inflasi. Jadi, apakah kita tetap berinvestasi sekarang? Tentu saja.

 

PERHATIAN

Pandangan yang diungkapkan, termasuk hasil dari kejadian di masa depan, adalah pendapat tim Jendela Investasi OneShildt hanya pada 21 November 2022, dan tidak akan direvisi untuk kejadian setelah dokumen ini diserahkan kepada editor untuk dipublikasikan. Pernyataan di sini tidak mewakili, dan tidak boleh dianggap sebagai, nasihat investasi. Anda tidak boleh menggunakan artikel ini untuk tujuan investasi. Artikel ini mencakup pernyataan berwawasan ke depan untuk peristiwa masa depan yang mungkin atau mungkin tidak berkembang sesuai pendapat penulis. Sebelum membuat keputusan investasi, Anda harus berkonsultasi dengan penasihat investasi, bisnis, hukum, pajak, dan penasihat keuangan Anda sendiri.

 

Tim Jendela Investasi:

  1. Imelda Tarigan, DRA, PSY, MBA, CFP®, QWP®
  2. Budi Raharjo, CFP®, QWP®, AEPP®, MCHT
  3. Mohamad Andoko, MM, CFP®, QWP®, AEPP®, MCHT
  4. Erlina Juwita, MM, CFP®, QWP®, CSA®
  5. Agustina Fitria Aryani, CFP®, QWP®, AEPP®, CSA®
  6. Rahma Mieta, SE, M.Si, CFP®
  7. Lusiana Darmawan, S.Kom, CISA, CFP®, CSA®